-Diduga Lurah Terima Upeti Rp.2 Juta Setiap SKGR
Masyarakat di Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, kini tengah digemparkan dengan dugaan praktik korupsi yang melibatkan Lurah setempat. Dugaan tersebut muncul setelah beberapa pemilik lahan mengeluhkan proses pengeluaran Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang tak kunjung selesai, disertai dengan kecurigaan bahwa ada aliran uang suap dalam pengurusan administrasi tanah tersebut.
Di tengah permasalahan ini, seorang pemilik lahan bernama Marilau mengungkapkan bahwa ia harus menunggu hampir lima bulan untuk pemecahan surat tanah seluas 4000 meter miliknya. Suasana di kantor Lurah menjadi tegang saat Marilau meluapkan kemarahannya, meragukan integritas Lurah Lia Adhayatni yang diduga menerima “upeti” untuk setiap SKGR yang dikeluarkan.
Proses Pengurusan SKGR yang Bermasalah
Marilau menegaskan bahwa tidak hanya ia yang mengalami kesulitan dalam pengurusan lahan, tetapi ada lebih dari satu pemilik tanah yang juga terhambat. Ia menyebutkan bahwa proses administrasi seharusnya berjalan transparan dan efisien, tetapi kenyataannya banyak pemilik lahan yang merasa terpinggirkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai akuntabilitas Lurah dalam menangani persoalan lahan di wilayah itu.
Marilau mengaku sudah mengeluarkan uang hingga Rp. 36 juta untuk pemecahan surat tanahnya, namun hasilnya tidak sesuai harapan. Ia juga memberikan informasi bahwa ada tanah seluas puluhan ribu meter yang telah dibagikan oleh Lurah kepada beberapa pemilik tanah lain, sementara permohonannya justru terhambat. Keterlambatan ini menciptakan suasana kekecewaan di kalangan masyarakat, yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang adil dan tepat waktu.
Praktik “Upeti” dan Dugaan Kongkalikong
Kasus ini semakin memanas ketika Marilau menyebutkan bahwa Lurah berani meminta sejumlah uang untuk setiap pengurusan tanah. Menurutnya, dugaan ini bukan tanpa bukti. Marilau menyebutkan sejumlah nama pemilik tanah lain yang juga terjebak dalam situasi serupa dan merasa ditipu oleh janji-janji yang tidak ditepati. Selain itu, dugaan bahwa Lurah melindungi pengembang perumahan tidak resmi di daerah Jalan Sungai Timun semakin menambah kompleksitas masalah ini.
Isu ini mencerminkan keadaan sosial yang memprihatinkan, di mana sejumlah pihak merasa tidak mendapatkan haknya. Melihat kondisi ini, diperlukan tindakan dan supervisi yang lebih ketat dari pihak berwenang untuk mencegah praktik serupa terjadi. Upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat, termasuk melaporkan segala bentuk penyimpangan yang terjadi di tingkat pemerintah lokal.
Sementara itu, Lurah yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan-tuduhan ini. Staf di kantor Lurah menyatakan bahwa Lia Adhayatni sedang tidak berada di tempat, menyisakan banyak tanda tanya di benak masyarakat mengenai tindak lanjut dari isu yang menghebohkan ini.
Untuk mencegah terulangnya hal semacam ini, masyarakat diharapkan lebih proaktif dalam melaporkan praktik-praktik yang mencurigakan kepada pihak berwenang. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan administrasi tanah adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semua pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk memastikan keadilan bagi semua pemilik tanah dan memastikan pengelolaan sumber daya secara efektif dan tanpa bias.