Batam – Sebanyak 86,7 ton bawang merah dan bawang putih ilegal dimusnahkan di Kepulauan Riau. Langkah ini dilakukan oleh Badan Karantina Indonesia melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepri bersama Kantor Wilayah Bea Cukai Khusus Kepri pada Selasa (1/7/2025), di kantor Kanwil DJBC Khusus Kepri.
Pemusnahan dilakukan karena komoditas tersebut masuk ke wilayah Indonesia tanpa dokumen karantina dan berisiko membawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Kejadian ini menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap produk pertanian yang masuk ke negara.
Urgensi Penegakan Hukum dalam Karantina Pertanian
Pemusnahan bawang ilegal ini menggambarkan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap produk pangan yang tidak mengikuti regulasi yang ada. Menurut Kepala Karantina Kepri, Herwintarti, aturan soal pemasukan sayuran umbi lapis seperti bawang sudah jelas tercantum dalam Permentan No. 43 Tahun 2012 dan diperbarui melalui Permentan No. 06 Tahun 2022. Pemasukan bahan pangan ke dalam negeri harus memenuhi syarat administrasi dan dilakukan melalui jalur resmi.
Penting untuk dicatat bahwa pemasukan hanya boleh dilakukan melalui pelabuhan atau bandara tertentu seperti Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan), Soekarno-Hatta (Jakarta), serta pelabuhan lain untuk menjaga keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. Dengan situasi geografis yang strategis, Kepri menjadi pintu gerbang yang rawan terhadap penyelundupan barang.
Dampak dan Solusi untuk Masyarakat
Pemusnahan komoditas yang telah diperiksa dan dinyatakan rusak, busuk, atau tidak layak masuk langsung dilakukan dengan metode penguburan dan penyiraman cairan pembusuk. Proses ini diakui penting untuk memastikan bahwa komoditas tersebut tidak menimbulkan resiko bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Selain itu, langkah ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku penyelundupan.
Lebih dari sekedar menegakkan hukum, ini juga merupakan bagian dari upaya untuk edukasi masyarakat agar lebih patuh pada aturan perkarantinaan. “Bukan hanya soal hukum, tapi soal melindungi kekayaan hayati dan kualitas pangan yang dikonsumsi masyarakat kita,” ungkap Herwintarti. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat harus ditingkatkan untuk mencegah adanya perdagangan ilegal yang dapat membahayakan ekosistem dan kesehatan umum.