Koalisi Ruang Hidup Banjarmasin mendesak Wali Kota Banjarmasin, HM Yamin HR, untuk menghentikan sementara proyek revitalisasi Sungai Veteran.
Diskusi publik bertajuk ‘Revitalisasi Sungai Veteran: Solusi Lingkungan Hidup atau Ancaman Sosial?’ pada Minggu (7/7) menyoroti tuntutan ini. Ada kekhawatiran bahwa proyek ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga terhadap kehidupan sosial masyarakat setempat.
Kepentingan Masyarakat dalam Revitalisasi Lingkungan
Koordinator Diskusi, Abdul Rasyid, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh sebelum melanjutkan proyek. “Kami mendesak agar proyek revitalisasi dihentikan sementara waktu dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat,” ungkapnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap keputusan bukan hanya menguntungkan estetika kota, tetapi juga berkelanjutan dan adil bagi semua lapisan masyarakat.
Proyek ini berada di tengah kontroversi setelah dilaporkan adanya pengurukan badan sungai yang drastis. Cukup menyedihkan melihat lebar sungai yang semula 18 hingga 20 meter kini hanya tersisa 8 meter. Masyarakat mengekspresikan keprihatinan mereka bahwa tindakan ini dapat menambah risiko bencana banjir di masa depan.
Pembahasan Lebih Dalam tentang Proyek dan Tantangannya
Proyek ini, yang memiliki nilai Rp1 triliun dan didanai oleh Bank Dunia melalui program National Urban Flood Resilience Project (NUFReP), malah dinilai tidak menyelesaikan masalah ekologis secara komprehensif. Tujuan utama proyek ini adalah untuk mengatasi banjir, tetapi masyarakat mengkhawatirkan bahwa langkah-langkah yang diambil justru meningkatkan limpasan air dan tidak signifikan mengurangi risiko banjir.
Dalam diskusi, hadir dua narasumber, M. Aidhil Pratama, S.H., dan Abdullah Zaky Zuhair, S.H., yang memberikan pandangan kritis tentang pendekatan yang diambil dalam proyek ini. Mereka menilai pendekatan yang minim partisipasi publik dan terlalu fokus pada estetika kota sangat tidak tepat. “Kami tidak menolak perbaikan sungai, tetapi revitalisasi yang sekarang justru mengorbankan masyarakat pinggiran,” ujar Aidhil. Dengan kata lain, revitalisasi ini cenderung mengabaikan prinsip penting dalam keadilan lingkungan.
Abdullah Zaky Zuhair menambahkan bahwa tindakan seperti betonisasi bantaran sungai dan pembongkaran lapak pedagang kaki lima dapat dilihat sebagai bentuk pemiskinan sistematis. “Langkah ini menjauhkan warga dari ruang hidup mereka sendiri,” katanya. Menurutnya, proyek ini lebih menyerupai penggusuran terselubung, yang menyembunyikan masalah yang lebih besar dalam pengelolaan ruang hidup.
Koalisi juga mencatat bahwa struktur fisik proyek mempersempit badan sungai, yang mungkin meningkatkan risiko banjir lebih lanjut. Selain itu, pengaturan aliran limbah domestik yang terpengaruh juga dapat memperburuk sistem drainase kota. Ironisnya, proyek ini dilaksanakan tanpa konsultasi publik yang cukup, banyak warga baru menyadari rencana revitalisasi ketika alat berat telah beroperasi. Penyampaian informasi yang baik sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman di kalangan masyarakat dan menjamin transparansi.