Oleh: Noorhalis Majid
KEDATANGAN Maman Abdurrahman, Menteri UMKM ke KPK dalam rangka memberikan klarifikasi secara langsung terkait isu seputar istrinya yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan difasilitasi oleh negara, merupakan bentuk pertanggungjawaban seorang pejabat dan komitmen integritas yang tinggi.
Setidaknya klarifikasi yang disampaikan secara langsung kepada KPK, suatu pertanggungjawaban seorang pejabat atas tindakannya, baik yang benar-benar dilakukan atau pun yang tidak dilakukan tetapi disangkakan kepadanya.
Tujuannya agar dapat ditelaah secara komprehensif. Bila ternyata hanya sekedar isu, maka lembaga yang bertugas mengawal integritas pejabat dapat memberikan keterangan dan meluruskannya.
Maklum, sekarang ini kita hidup di tengah “kebenaran baru”, dimana suatu isu yang tidak berdasar, bisa saja dianggap benar, manakala dihembuskan tanpa pertanggungjawaban, lalu digoreng sedemikian rupa, dan kemudian menjadi viral di media sosial.
Peran Klarifikasi dalam Membangun Kepercayaan Publik
Saat sudah menjadi viral dan tidak ada klarifikasi langsung dari yang bersangkutan, saat itulah “kebenaran baru” muncul. Kebenaran yang hanya disebabkan oleh viralnya suatu persoalan, bukan karena bukti atau hasil temuan.
Betapa jahatnya suatu “kebenaran baru”, karena dapat menghukum dan mengadili seseorang secara sosial, sebelum bukti, fakta, dan temuan lainnya menjadi dasar dalam memberikan sanksi atau hukuman. Klarifikasi yang dilakukan Maman, adalah bentuk integritas dan komitmen tinggi, terkait tuduhan potensi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh seorang pejabat negara.
Tindakan ini layak menjadi contoh positif bagi seluruh pejabat, sebab penyalahgunaan wewenang, seringkali dianggap biasa dan wajar. Padahal, penyalahgunaan wewenang adalah bagian dari malaadministrasi dan berpotensi korupsi.
Komitmen terhadap Integritas dan Etika Publik
Kalau seorang pejabat sensitif terhadap penyalahgunaan wewenang, berarti moralitas, komitmen, dan integritas pejabat tersebut, layak menjadi contoh. Betapa banyak pejabat tidak bisa membedakan antara privat dengan publik.
Antara fasilitas negara dengan fasilitas pribadi. Bahkan, sudah dianggap biasa dan lazim, ketika seorang pejabat berkuasa, seluruh keluarga, sanak famili, dan handai taulannya, turut menikmati fasilitas yang melekat pada pejabat tersebut. Bahkan tidak jarang meminta perlakuan khusus dan keistimewaan layaknya sang pejabat.
Klarifikasi yang dilakukan Maman, suatu komitmen yang layak diapresiasi. Namun bersamaan itu, penyelidikan dan pendalaman lebih jauh dari lembaga-lembaga pengawal integritas harus tetap dilakukan, sehingga warga tidak hidup dan termakan “kebenaran baru”, yang belum tentu benar sepenuhnya. Padahal “kebenaran baru” tersebut telah mengadili, memberi sanksi, dan hukuman secara sepihak.
Di atas semua itu, penting untuk membawa diskusi ini ke ranah yang lebih luas lagi. Apakah masyarakat sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang perbedaan antara isu dan kebenaran? Ini adalah pertanyaan yang krusial di era digital saat ini.