PENGADILAN Negeri Banjarmasin, Rabu (13/8/2025), kembali menyidangkan perkara oknum polisi diduga terlibat jual beli narkoba jenis sabu.
Sidang kali ini dengan agenda pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Masrita Fakhiyana SH, dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel, menghadirkan terdakwa Madi, oknum anggota Polri.
Proses Penanganan Kasus Narkoba oleh Penegak Hukum
Dalam sidang ini, dua saksi dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kalsel memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai Cahyono Reza Adrianto SH. Kedua saksi, Budi Santoso dan Rais Marta Diharja, menegaskan bahwa terdakwa Madi adalah seorang polisi aktif yang bertugas di Hulu Sungai Tengah (HST). Hal ini menunjukkan kompleksitas kasus di mana penegak hukum sendiri terlibat dalam aktivitas ilegal.
Dalam keterangannya, Budi menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat. “Awalnya kami mengamankan Syahruddin di Jalan A. Yani, Astambul, Kabupaten Banjar,” ujarnya. Pengakuannya mengungkapkan bahwa penangkapan ini bukanlah jalan yang mudah, melainkan hasil dari kerja keras dan pengawasan yang ketat dari BNN.
Detail Penangkapan dan Bukti yang Diperoleh
Kronologi penangkapan semakin jelas saat Budi menambahkan bahwa Syahruddin mengaku akan mengantarkan sabu kepada terdakwa Madi. Peran Surianysah alias Koh Joni, yang merupakan narapidana di Rutan Karang Intan, juga diungkap sebagai pihak yang menyuruh. Hal ini menunjukkan adanya jaringan yang lebih besar dalam perdagangan narkoba tersebut.
“Mereka sudah janjian lokasi peletakan sabu berada di dekat gedung bulu tangkis Desa Mandingin,” jelas saksi. Pada saat itu, terdakwa yang tidak tahu bahwa rekannya sudah dalam pengawasan justru mengambil sabu dan memasukkannya ke dalam tas. Namun, tim BNNP Kalimantan Selatan dengan cepat melakukan penyergapan. Rais menambahkan bahwa terdakwa sempat berusaha kabur dan membuang tas berisi sabu, tetapi berhasil ditangkap.
Barang bukti yang disita berupa lima paket besar dan satu paket kecil sabu dengan berat bersih 498,6 gram. Ini adalah jumlah yang sangat signifikan dan menunjukkan betapa seriusnya ancaman yang dihadapi masyarakat akibat peredaran narkoba.
Dari keterangan terdakwa, kronologi bermula ketika Surianysah menawarkan sabu kepada Madi. Dia ditawari 200 gram sabu dengan harga Rp60 juta, menunjukkan besarnya transaksi yang terlibat dalam perdagangan narkoba ini. Surianysah kemudian mengabarkan bahwa kurir dari Banjarmasin, yakni Syahruddin, akan membawa 500 gram sabu, meminta Madi untuk menyimpan sisa 300 gram. Proses komunikasi dan koordinasi yang rumit ini menunjukkan bahwa sindikat narkoba memiliki sistem yang terorganisir dengan baik.
Pada hari kejadian, Madi dihubungi oleh Surianysah yang memberitahu bahwa kurir Syahruddin sudah berangkat. Sekitar pukul 11.35 Wita, Madi menghubungi Syahruddin untuk menanyakan lokasi peletakan sabu yang, ternyata, berada di dekat gedung bulu tangkis Desa Mandingin. Keterlibatan banyak pihak dalam proses ini menunjukkan bahwa usaha untuk memberantas narkoba memerlukan perhatian lebih dari berbagai instansi terkait.
Saksi juga menambahkan bahwa hasil uji Balai Besar POM Banjarmasin memastikan barang tersebut positif mengandung metamfetamina, narkotika golongan I. Ini memberikan bukti kuat tentang jenis narkoba yang terlibat dan potensi dampaknya pada masyarakat.
Dari keterangan kedua saksi, kepada majelis, terdakwa Madi mengakui hal tersebut. Tuduhan yang dihadapi terdakwa berdasarkan dakwaan jaksa menurut Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas aparat penegak hukum dan tantangan yang gencar dihadapi dalam memerangi obat terlarang.