Jakarta – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa percepatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menjadi bagian penting dari strategi pemerataan gizi nasional.
“Anak-anak di daerah terluar berhak mendapat kualitas gizi yang sama seperti di wilayah lain. Melalui sinergi lintas sektor, program MBG diharapkan tepat sasaran sekaligus menguatkan sistem pangan lokal,” ujar Arief dalam siaran pers, Senin (11/8/2025).
Pentingnya Akses Gizi yang Setara
Percepatan program ini bukan hanya sekedar strategi, tetapi juga sebuah kebutuhan mendesak. Faktanya, daerah-daerah 3T seringkali terputus dari akses sumber pangan berkualitas, menyebabkan ketimpangan gizi di kalangan anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang gizi cenderung memiliki masalah kesehatan jangka panjang. Melalui program MBG, Harapannya adalah masalah ini dapat teratasi secara bertahap. Kita harus ingat bahwa anak-anak di mana pun mereka tinggal, seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh sehat dan kuat.
Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 9 juta anak di Indonesia mengalami stunting, sebuah kondisi yang dapat dicegah. Dengan menerapkan program gizi yang efektif dan sistematis, kita dapat mengubah angka-angka tersebut. Program ini juga tentu membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai hasil yang optimal.
Strategi dan Implementasi Program Makan Bergizi Gratis
Salah satu aspek penting dalam keberhasilan program MBG adalah penyiapan lokasi yang efisien untuk dapur pelaksana. Beberapa daerah telah menunjukkan komitmen yang menggembirakan, seperti di Pulau Morotai, di mana Bupati Rusli Sibua telah menyiapkan delapan lokasi untuk pembangunan dapur MBG di enam kecamatan. Ini adalah langkah konkret yang menunjukkan bahwa program ini tidak hanya sekedar wacana, tetapi telah bertransformasi menjadi aksi nyata di lapangan.
Selain itu, pemanfaatan bangunan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang tidak terpakai sebagai dapur hibrida juga menunjukkan inisiatif lokal dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada. Dengan demikian, pelayanan bagi penerima manfaat dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien. “Prinsipnya, kami ingin program ini segera berjalan dan menjadi contoh nasional untuk wilayah perbatasan,” jelas Rusli. Ini adalah sebuah harapan bagi daerah yang telah lama termarjinalkan.
Dalam konteks yang lebih luas, keterlibatan seluruh lapisan masyarakat sangat vital untuk memastikan keberhasilan program ini. Komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan lembaga terkait seperti SPPG Morotai akan menjadi kunci dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini seharusnya menjadi pembelajaran bahwa kolaborasi lintas sektor adalah fondasi bagi keberhasilan program yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
“Tidak ada soal untung rugi, yang penting anak-anak mendapat gizi yang baik dan program berjalan lancar,” tambah Bupati Rusli. Jalur komunikasi yang terjalin baik ini diharapkan dapat mempercepat proses implementasi dan memberikan manfaat maksimal bagi anak-anak di daerah tersebut. Kualitas gizi yang baik bukan hanya investasi buat masa kini, tetapi juga masa depan bangsa.