Tanjungpinang – Tiga unsur budaya yang berasal dari Tanjungpinang, yakni Aqiqah, Pijak Tanah Mekah, dan Astakona, saat ini sedang dalam proses penilaian untuk diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) nasional.
Proses penilaian tahap awal ini dilakukan oleh tim dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 24 Juli 2025. Penilaian ini memberikan harapan bagi pelestarian budaya yang telah ada sejak lama dan menjadi bagian dari identitas lokal.
Proses Penilaian Budaya Tanjungpinang
Dari ketiga unsur budaya yang diusulkan, dua di antaranya, yaitu Aqiqah dan Pijak Tanah Mekah, telah dinyatakan memenuhi syarat administratif. Hal ini mencerminkan adanya perhatian serius terhadap upaya melestarikan budaya yang memiliki nilai sejarah dan sosial yang tinggi. Sementara itu, Astakona, sebagai keterampilan tradisional masyarakat, masih memerlukan dukungan dokumentasi tambahan untuk memenuhi syarat ini.
Ahmad Fachrurrodji, Ketua Tim Penilai, menyatakan bahwa Astakona memiliki nilai budaya yang mendalam dan unik. Namun, agar Astakona dapat lolos penilaian, sangat diperlukan penjelasan yang lebih rinci mengenai cara pelestariannya serta dukungan konkret dari pemerintah daerah untuk menjaga keberlanjutannya. Dukungan ini tidak hanya ditujukan untuk pelestarian, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga warisan budaya.
Dukungan Pemerintah dan Harapan Masyarakat
Dewi Kristina Sinaga, Kepala Bidang Adat Tradisi, Nilai Budaya, dan Kesenian dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjungpinang, mengungkapkan kesiapannya untuk memenuhi segala kekurangan yang diperlukan dalam pengajuan ini. Dia menyatakan bahwa upaya ini lebih dari sekadar pengakuan; ini adalah langkah untuk memperkuat identitas budaya Tanjungpinang di tingkat nasional.
Syafaruddin, maestro Astakona, berharap agar kerajinan yang merupakan warisan leluhur ini mendapatkan pengakuan resmi. Menurutnya, penetapan ini dapat menjadi tonggak penting untuk menjadikan Astakona sebagai salah satu ikon budaya Tanjungpinang. Ia berkeinginan agar tradisi ini dapat dikenal lebih luas dan tetap lestari di tengah perkembangan zaman. Rencana untuk membangun tugu Astakona sebagai simbol budaya lokal juga menunjukkan komitmen masyarakat dalam menjaga warisan ini.
Dalam kunjungan penilaian, tim juga menyaksikan proses pembuatan Astakona yang dilakukan oleh dua pengrajin dari Lembaga Adat Melayu Kepri, Datuk Alfian dan Datuk Anwar. Salah satu anggota tim penilai, Khairul, juga mencatat bahwa Astakona dikenal di wilayah lain seperti Banjarmasin, meskipun dalam bentuk dan fungsi yang berbeda. Ia menyarankan agar penamaan resmi untuk Astakona di Tanjungpinang ditekankan, sehingga memperjelas kekhasan dan keunikan budaya daerah ini.
Proses penilaian yang sedang berlangsung ini akan dilanjutkan ke tahap akhir yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada bulan Agustus mendatang. Kegiatan ini diharapkan akan memberikan hasil yang positif dan membuka peluang lebih luas bagi pelestarian budaya lokal.
Fitri Yulisa, perwakilan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, juga turut hadir dan berharap bahwa pada penetapan tahun depan, akan ada lebih banyak objek budaya dari kabupaten/kota di daerah ini yang diajukan sebagai warisan budaya nasional. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa warisan budaya yang kaya dan beragam di daerah ini tetap terjaga dan dihargai, bukan hanya oleh masyarakat lokal tetapi juga oleh masyarakat luas.