Pengungkapan jaringan mafia tanah baru-baru ini di Tanjungpinang, Batam, dan Bintan mengungkap praktik ilegal yang merugikan banyak warga. Polda Kepulauan Riau bersama Polresta Tanjungpinang berhasil menangkap pelaku yang telah beroperasi sejak 2023 hingga 2025.
Konferensi pers yang diselenggarakan pada Kamis (3/7/2025) di Gedung Lancang Kuning Polda Kepri mengungkapkan bagaimana para pelaku menipu masyarakat. Mereka menggunakan berbagai modus, mulai dari mengaku sebagai pejabat kementerian hingga mencetak sertifikat tanah ilegal.
Metode Penipuan yang Digunakan oleh Mafia Tanah
Pelaku beroperasi dengan cara yang terorganisir, menciptakan sistem yang membuat korban merasa aman. Mereka bahkan menggunakan atribut resmi palsu dan membuat situs web yang mirip dengan halaman pemerintah untuk menambah kepercayaan masyarakat. Keahlian dalam manipulasi informasi ini merupakan salah satu alasan mengapa banyak orang terjebak dalam perangkap mereka.
Kapolda Kepri, Irjen. Pol. Asep Safrudin, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu untuk menindak tegas setiap pelaku. “Kami tidak akan tinggal diam. Mafia tanah akan ditindak tegas tanpa pandang bulu,” ujarnya. Tindakannya bukan hanya pemalsuan dokumen, melainkan juga merusak kepercayaan publik terhadap hukum dan pemerintah yang seharusnya melindungi masyarakat.
Upaya Pemberantasan dan Pencegahan di Masa Depan
Penyidikan yang dilakukan oleh Satgas Anti Mafia Tanah menunjukkan bahwa praktik mafia tanah ini telah melahirkan berbagai problematika bagi masyarakat. Barang bukti yang berhasil diamankan mencakup sertifikat tanah palsu, peta lokasi yang salah, dan dokumen berkop palsu yang mengecoh masyarakat. Dari data yang didapat, kasus ini mencakup sertifikat yang tersebar di beberapa wilayah, termasuk Tanjungpinang dan Bintan.
Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Kepri, Nurus Sholichin, mengingatkan masyarakat untuk selalu melakukan verifikasi keaslian dokumen tanah ke kantor pertanahan terdekat. Ia menjelaskan pentingnya memastikan semua proses dilakukan secara resmi dan transparan. “Sertifikat tanah yang sah hanya ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,” tegasnya. Dengan tindakan pencegahan ini, diharapkan masyarakat akan lebih waspada dan tidak mudah tertipu oleh janji-janji manis yang ditawarkan pelaku.
Direktur Reskrimum Polda Kepri, Kombes Pol Ade Mulyana, menyatakan para tersangka dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 263 KUHP untuk pemalsuan surat dan Pasal 378 KUHP untuk penipuan, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. Hal ini menunjukkan bahwa pihak berwenang serius dalam menangani masalah ini, dan sebagai masyarakat, kita juga harus berperan aktif dalam melindungi diri dari praktik yang merugikan ini.