Sidang peredaran obat psikotropika, khususnya pil koplo, berlangsung di Pengadilan Negeri Banjarmasin pada Rabu, 27 Agustus 2025. Pengadilan ini mengadili terdakwa yang terlibat dalam jaringan pengedaran dan pemasokan obat-obatan terlarang.
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Romly Salijo, SH dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan membacakan dakwaan terhadap terdakwa. Dalam surat dakwaan tersebut terungkap bahwa terdakwa Hafid, yang berusia 35 tahun, diduga sebagai otak dari peredaran obat-obatan terlarang jenis cornophen (Zenith) dan Alprazolam di wilayah Banjarmasin.
Penyelidikan dan Penangkapan
Proses hukum ini dimulai dari informasi yang diterima oleh aparat Ditpolairud Polda Kalsel pada Kamis, 12 Juni, mengenai adanya transaksi psikotropika di kawasan Siring Menara Pandang, Banjarmasin. Menanggapi informasi tersebut, aparat kepolisian melakukan operasi dan berhasil mengamankan Marhan, salah satu kaki tangan Hafid, serta barang bukti yang mencakup 400 butir cornophen dan 160 butir Alprazolam dari berbagai merek.
Dari keterangan saksi, Antony Wijaya, petugas dari Simtelair Subdit Gakum Ditpolair Polda Kalsel menyatakan bahwa mereka menemukan bahwa obat-obatan tersebut memang milik Hafid. Marhan mengaku telah bekerja menjual obat terlarang selama sekitar satu tahun di sebuah rombong milik Hafid di Pasar Cempaka, dengan imbalan Rp80 ribu per hari. Omzet penjualannya ditaksir mencapai antara Rp50 ribu hingga Rp15 juta dalam sehari, yang kemudian disetorkan kepada Hafid, baik secara tunai maupun via transfer bank.
Tindak Lanjut dan Penegakan Hukum
Setelah penangkapan Marhan, tim petugas bergerak cepat menuju rumah Hafid di Jalan Antasan Kecil Timur Gang Ikhlas, Banjarmasin Utara. Mereka berhasil mengamankan barang bukti tambahan berupa obat-obatan lain dan sebuah ponsel. Menurut saksi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banjarmasin, Hafid tidak memiliki izin resmi untuk memperjualbelikan obat-obatan tersebut.
Hasil uji laboratorium dari Balai Besar POM Banjarbaru menunjukkan bahwa sebagian obat yang disita mengandung Alprazolam, yang termasuk dalam golongan IV psikotropika sesuai dengan undang-undang nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Oleh karena itu, baik Hafid maupun Marhan didakwa melanggar pasal 62 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta pasal 435 Jo pasal 138 ayat (2) dan (3) KUHP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Di persidangan, kedua terdakwa mengakui keterangan saksi yang dihadirkan oleh jaksa. Agenda sidang berikutnya telah dijadwalkan untuk mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, yang melanjutkan proses hukum dalam kasus ini.